Jumat, 11 Oktober 2013

fiqh muamalah



BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Ekonomi Islam yang merupakan rahmatan lil alamin, kembali bangkit menorehkan Blue Print-nya. Keberadaannya sangat penting untuk memenuhi tuntutan masyarakat akan kegagalan ekonomi konvensional. Bahkan, Ekonomi Islam memiliki prinsip dan karakteristik yang berbeda dengan sistem sekuler yang menguasai dunia saat ini.
Sebenenarnya, Ekonomi Islam adalah bagian dari sistem islam yang bersifat umum yang berlandaskan pada prinsip pertengahan dan keseimbangan yang adil (tawadzun). Islam, menyeimbangkan kehidupan antara dunia dan akhirat, antara individu dan masyarakat. Keseimbangan antara jasmani dan rohani, antara akal dan hati dan antara realita dan fakta merupakan keseimbangan yang ada dalam individu. Sedangkan dalam bidang ekonomi, Islam menyeimbangkan antara modal dan aktivitas, antara produksi dan konsumsi, dan sebagainya.
Adapun nilai pertengahan dan keseimbangan yang terpenting, yang merupakan karya Islam dalam bidang ekonomi selain masalah harta adalah Hak Kepemilikan (Ownership Rights).  Dalam memandang hak milik ini islam sangat moderat. Dan sangat bertolak belakang dengan sistem kapitalis yang menyewakan hak milik pribadi, sistem sosialis yang tidak mengakui hak milik individu.
Meskipun demikian, Masalah hak milik merupakan sebuah kata yang amat peka, dan bukan sesuatu yang amat khusus bagi seorang manusia. Oleh karena itu, Islam sangat mengakui adanya kepemilkan pribadi disamping kepemilikan umum. Dan menjadikan hak milik pribadi sebagai dasar bangunan ekonomi. Dan Itu pun akan terwujud apabila ia berjalan sesuai dengan aturan Allah swt, misalnya adalah memperoleh harta dengan jalan yang halal. Islam melarang keras kepemilikan atas harta yang digunakan untuk membuat kezaliman atau kerusakan di muka bumi.
Karena begitu pentingnya aspek kepemilikan dalam bidang ekonomi, maka dalam makalah ini saya mencoba membahas dan memaparkan tentang “Konsep Hak Milik (Private Ownership) dalam Islam ” sesuai dengan urgensinya.



Rumusan Masalah
A.    Apa yang dimaksud dengan Harta?
B.     Bagaimana islam memandang Harta?
C.     Bagaimana pengelolaan harta dalam islam?
D.    Jelaskan pengertian hak dan milik?
E.     Bagaimana pembagian hak ?
F.      Jelaskan sebab-sebab kepemilikan?
G.    Bagaimana klasifikasi pemilikan?
H.    Bagaimana konsep kepemilikan?
I.       Bagaimana pemanfaatan kepemilikan?
J.       Bagaimana hikmah kepemilikan?
Tujuan
A.    Menjelaskan tentang harta
B.     Mengerti dan dapat menjelaskan islam dalam memandang harta
C.     Memahami dan dapat menjelaskan pengelolaan harta dalam islam
D.    Mengerti dan memahami pengertian hak milik
E.     Dapat menjelaskan pembagian hak dalam islam
F.      Mengerti dan memahami sebab sebab kepemilikan
G.    Dapat menjelaskan klasifikasi kepemilikan
H.    Dapat mengerti dan memahami konsep kepemilikan
I.       Dapat memahami dan mengerti pemanfaatan kepemilikan
J.       Dapat memahami dan menjelaskan hikmah kepemilikan













BAB II
PEMBAHASAAN
A.    Pengertian Harta
Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal, yang menurut bahasa berarti condong, cenderung atau miring. Al-mal juga diartikan sebagai segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik dalam bentuk materi maupun manfaat.[1]
Menurut bahasa umum, arti mal ialah uang atau harta. Adapun menurut istilah, ialah “segala benda yang berharga dan bersifat materi serta beredar diantara manusia.”
B.     Islam Memandang Harta
Ada tiga asas pokok tentang harta dalam ekonomi Islam,yaitu :[2]
1.      Allah Maha Pencipta, bahwa kita yakin semua yang ada di bumi dan di langit adalah ciptaan Allah.
2.      Semua harta adalah milik Allah. Kita sebagai manusia hanya memperoleh titipan dan hak pakai saja. Semuanya nanti akan kita tinggalkan, kita kembali ke kampung akhirat.
3.      Iman kepada hari Akhir. Hari Akhir adalah hari perhitungan, hari pembalasan terhadap dosa dan pahala yang kita perbuat selama mengurus harta di dunia ini. Kita akan ditanya darimana harta diperoleh dan untuk apa ia digunakan, semua harus dipertanggungjawabkan
C.    Pengelolaan Harta Dalam Islam
Memproduksi barang-barang yang baik dan memiliki harta adalah hak sah menurut Islam. Namun pemilikan harta itu bukanlah tujuan tetapu sarana untuk menikmati karunia Allah dan wasilah untuk mewujudkan kemaslahatan umum. Dalam Al-Quran surat Al-Hadiid (57):7 disebutkan tentang alokasi harta. [3]

(#qãZÏB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur (#qà)ÏÿRr&ur $£JÏB /ä3n=yèy_ tûüÏÿn=øÜtGó¡B ÏmŠÏù ( tûïÏ%©!$$sù (#qãZtB#uä óOä3ZÏB (#qà)xÿRr&ur öNçlm; ֍ô_r& ׎Î7x. ÇÐÈ  
Artinya:  berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainyaMaka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.
Yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan yang bukan secara mutlak. hak milik pada hakikatnya adalah pada Allah. manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah. karena itu tidaklah boleh kikir dan boros
D.    Pengertian Hak dan Milik
Pengertian Hak
Kata hak berasal dari bahasa Arab al-haqq, yang secara etimologi mempunyai beberapa pengertian yang berbeda, diantaranya milik, ketetapan, dan kepastian, menetapkan dan menjelaskan, bagian (kewajiban), dan kebenaran.[4]
Contoh Al-haqq diartikan dengan ketetapan dan kepastian terdapat dalam surat Yasin ayat 7:
ôs)s9 ¨,ym ãAöqs)ø9$# #n?tã öNÏdÎŽsYø.r& ôMßgsù Ÿw tbqãZÏB÷sムÇÐÈ  
Artinya: Sesungguhnya telah pasti Berlaku Perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, kerena mereka tidak beriman.

Contoh al-haqq diartikan dengan menetapkan dan menjelaskan tercantum dalam surat al-Anfal ayat 8:
¨,ÅsãŠÏ9 ¨,ysø9$# Ÿ@ÏÜö7ãƒur Ÿ@ÏÜ»t7ø9$# ……
Artinya: Agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang batil (syirik) ….

Contoh al-haqq diartikan dengan bagian kewajiban yang terbatas tercantum pada surat Al-Baqarah ayat 241:
ÏM»s)¯=sÜßJù=Ï9ur 7ì»tFtB Å$râ÷êyJø9$$Î/ ( $ˆ)ym n?tã šúüÉ)­GßJø9$# ÇËÍÊÈ  
Artinya : kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut'ah menurut yang ma'ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.
Mut'ah (pemberian) ialah sesuatu yang diberikan oleh suami kepada isteri yang diceraikannya sebagai penghibur, selain nafkah sesuai dengan kemampuannya.

Contoh al-haqq diartikan dengan kebenaran sebagai lawan dari kebatilan tercantum dalam surat Yunus ayat 35:
ö@è% ö@yd `ÏB /ä3ͬ!%x.uŽà° `¨B üÏöku n<Î) Èd,ysø9$# 4 È@è% ª!$# Ïöku Èd,ysù=Ï9 3
Artinya: Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekuturmu ada yang menunjuki kepada kebenaran?" Katakanlah "Allah-lah yang menunjuki kepada kebenaran".
Menurut pengertian umum, hak adalah “ Sesuatu ketentuan yang digunakan oleh syara’ untuk menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum “.
Pengertian tentang hak, sama dengan arti hukum dalam istilah ahli ushul, yaitu :
‘’Sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur atas dasar harus ditaati untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik mengenai orang maupun mengenai harta “. [5]
Hak yang dijelaskan di atas adakalanya merupakan sulthah, dan adakalanya pula merupakan taklif.
Ø  Sulthah terbagi dua, yaitu sulthah ‘ala al nafsi dan sulthah ‘ala sya’in mu’ayanin.
1.      Sulthah ‘ala al nafsi ialah hak seseorang terhadap jiwa, seperti hal hadlanah (pemeliharaan anak)
2.      Sulthah ‘ala sya’in mu’ayanin ialah hak manusia untuk memiliki sesuatu, seperti seseoarang berhak memiliki mobil.
Ø  Taklif adalah orang yang bertanggung jawab, taklif adakalanya tanggungan pribadi (‘ahdah syakhshiyah) seperti seorang buruh menjalankan tugasnya, adakalanya tanggungan harta (‘ahdah maliyah) seperti membayar utang.
Pengertian Milik
Kata milik berasal dari bahasa Arab al-milk yang secara etimologi berarti penguasaan terhadap sesuatu. Al-Milk juga berarti sesuatu yang dimiliki (harta). Milk juga merupakan hubungan seseorang dengan suatu harta yang diakui oleh syara’, yang menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta itu, sehingga ia dapat melakukan tindakan hukum terhadap harta tersebut, kecuali adanya kalangan syara’. Kata milik dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari kata al-milk dalam bahasa Arab.
Secara terminologi, al-milk didefinisikan oleh Muhamad Abu Zahrah, sebagai berikut :
‘’Pengkhususan seseorang terhadap pemilik sesuatu benda menurut syara’ untuk bertindak secara bebas dan bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang yang bersifat syara’’.
Artinya, benda yang dikhususkan kepada seseorang itu sepenuhnya berada dalam penguasaanya, sehingga orang lain tidak boleh bertindak dan memanfaatkannya. Pemilik harta bebas untuk bertindak hukum terhadap hartanya, seperti jual beli, hibah, wakaf dan meminjamkannya kepada orang lain, selama tidak ada halangan dari syara’. Contoh halangan syara’ antara lain orang itu belum cakap bertindak hukum, misalnya anak kecil, orang gila, atau kecakapan hukumnya hilang, seperti orang yang jatuh pailit, sehingga dalam hal-hal tertentu mereka tidak dapat bertindak hukum terhadap miliknya sendiri.[6]
Apabila seseorang telah memiliki suatu benda yang sah menurut syara’, orang tersebut bebas bertindak terhadap benda tersebut, baik akan dijual maupun akan digadaikan, baik diri sendiri maupun dengan perantara orang lain. Berdasarkan definisi ini, kiranya dapat dibedakan antara hak dan milik, untuk lebih jelas dicontohkan sebagai berikut.[7]
E.     Pembagian Hak
1.      Hak mal adalah “ Sesuatu yang berpautan dengan harta, seperti pemilikan benda-benda atau utang-utang “.
2.      Hak ghair mal terbagi dua bagian, yaitu hak syakhshi dan hak ‘aini.  Hak syakhshi “ Sesuatu tuntunan yang ditetapkan syara’ dari seseorang terhadap orang lain “.
Hak ‘aini ialah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang kedua. Hak ‘aini ada dua macam: ashli dan thab’i. Hak ‘aini ashli ialah adanya wujud benda tertentu dan adanya shabul al-haq, seperti hak milikiyah dan hak irtifaq. Hak ‘aini thab’i ialah jaminan yang ditetapkan untuk seseorang yang menguntungkan uangnya atas yang berhutang. Apabila yang berhutang tidak sanggup membayar, maka murtahin berhak menahan barang itu.[8]
Macam-macam hak ‘aini ialah sebagai berikut.[9]
1.      Haq al-milikiyah ialah hak yang memberikan pemiliknya hak wilayah. Boleh dia memiliki, menggunakan, mengambil manfaat, menghabiskannya, merusakkannya, dan membinasakannya, dengan syarat tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain.
2.      Haq al-intifa ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakn hasilnya. Haq al-Isti’mal (menggunakan) terpisah dari haq al istiqlal (mencari hasil), misalnya rumah yang diwakafkan untuk didiami. Si mauquf ‘alaih hanya boleh mendiami, ia tidak boleh mencari keuntungan dari rumah itu.
3.      Haq al-irtifaq ialah hak memiliki manfaat yang ditetapkan untuk suatu kebun atas kebun yang lain, yang dimiliki bukan oleh pemilik kebun pertama. Misalnya saudara Ibrahim memiliki sawah di sebelahnya sawah saudara Ahmad. Air dari selokan dialirkan ke sawah saudara Ibrahim. Sawah Tuan Ahmad pun membutuhkan air. Air dari sawah saudara Ibrahim dialirkan ke sawah dan air tersebut bukan milik saudara Ibrahim.
4.      Haq al-istihan ialah hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan. Rahn menimbulkan hak ‘aini bagi murtahin, hak itu berkaitan dengan harga barang yang digadaikan, tidak berkaitan dengan zakat benda, karena rahn hanyalah jaminan belaka.
5.      Haq al-ihtibas ialah hak menahan sesuatu benda. Hak menahan barang (benda) seperti hak multaqith (yang menemukan barang) menahan benda luqathah.
6.      Haq qarar (menetap) atas tanah wakaf, yang termasuk hak menetapkan atas tanah wakaf ialah :
·         Haq al-hakr ialah menetap di atas tanah wakaf yang disewa, untuk yang lama dengan seizin hakim;
·         Haq al-ijaratain ialah hak yang diperoleh karena akad ijarah dalam waktu yang lama, dengan seizin hakim, atau tanah wakaf yang tidak sanggup dikembalikan ke dalam keadaan semula misalnya karena kebakaran dengan harga yang menyamai harga tanah, sedangkan sewanya dibayar setiap tahun.
·         Haq al-qadar ialah hak menambah bangunan yang dilakukan oleh penyewa;
·         Haq al-marshad ialah hak mengawasi atau mengontrol
7.      Haq al- murur ialah “ hak jalan manusia pada miliknya dari jalan umum atau jalan khusus pada milik orang lain”.
8.      Haq ta’alli ialah “Hak manusia untuk menempatkan bangunannya di atas bangunan orang lain“.
9.      Haq al-jiwar ialah hak-hak yang timbul disebabkan oleh berdempetnya batas-batas tempat, tinggal, yaitu hak-hak untuk mencegah pemilik uqur dari menimbulkan kesulitan terhadap tetangganya.
10.   Haq Syuf’ah atau haq syurb ialah “ Kebutuhan manusia terhadap air untuk diminum sendiri dan untuk diminum bintangnya serta untuk kebutuhan rumah tangganya “.
Ditinjau dari hak syirb, maka jenis air dibagi menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut.[10]
a.       Air umum yang tidak dimiliki oleh seseorang, misalnya air sungai, rawa-rawa, telaga, dan lainnya. Air milik bersama (umum) boleh digunakan oleh siapa saja dengan syarat tidak memadharatkan orang lain.
b.      Air di tempat yang ada pemiliknya, seperti sumur yang dibuat oleh seorang untuk mengairi tanaman di kebunnya, selain pemilik tanah tersebut tidak berhak untuk menguasai tempat air yang dibuat oleh pemiliknya. Orang lain boleh mengambil manfaat dari sumur tersebut atas srizin pemilik kebun.
c.        Air yang terpelihara, yaitu air yang dikuasai oleh pemiliknya, dipelihara dan disimpan di suatu yang telah disediakan, misalnya air di kolam, kendi, dan bejana-bejana tertentu.
F.     Sebab-sebab Pemilikan[11]
Untuk memiliki harta, ternyata tidak semudah yang dipikirkan oleh manusia. Harta dapat dimilki oleh seseorang asal tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku ,baik hukum islam maupun hukum adat. Harta berdasarkan sifatnya dapat dimilki oleh manusia, sehingga manusia dapat memiliki suatu benda.
Faktor – faktor yang menyebabkan harta dapat dimiliki antara lain :
1)      Ikraj al mubahat
Untuk harta yang mubah (belum dimilki oleh seseorang) atau harta yang tidak termasuk dalam harta yang dihormati(milik yang sah) dan tidak ada penghalang syara' untuk dimilki .
Untuk memilki benda-benda mubhat diperlukan dua syarat ,yaitu :
a.       Benda mubhat belum diikhrazkan oleh orang lain. Seorang mengumpulkan air dalam satu wadah kemudian air tersebut dibiarkan, maka orang lain tidak berhak mengambil air tersebut karena telah diikhrazkan orang lain .
b.      Adanya maksud mimiliki. Seorang memiliki harta mubhat tanpa adanya niat, itu tidak termasuk ikhraz. Seumpama seorang pemburu meletakkan jaringnya di sawah kemudian terjeratlah burung – burung. Apabila pemburu meletakkan jaring itu hanya sekedar untuk mengeringkan jaringannya, maka ia tidak berhak memiliki burung-burung tersebut
2)      Khalafiyah       

حُلُوْلٌ شَخْص اوْ شَئ جَدِ يْدٍ مَحَلُّ قَدِيْم زَائِل فِى الْحُقُوْق        

Bertempatnya seorang atau sesuatu yang baru bertempat ditempat yang lama, maka telah hilang berbagai macam haknya .
Kalifah ada dua macam :
a)      Khalifah syakhsy'an syaksy yaitu si waris menempati tempat si muwaris dalam memiliki harta yang ditinggalkan oleh muwaris. Jadi, harta yang ditinggalkan muwaris disebut tirkah .
b)       Khalifah syai'an Apabila seorang merugikan milik orang lain kemudian rusak ditangannya, maka wajiblah dibayar harganya dan diganti kerugian-kerugian pemilik harta tersebut. Maka, khalfiyah syai'in ini disebut tadlimin atau ta'wil (menjamin kerugian).
3)      Tamwull min ta mamluk
Segala yang terjadi dari benda yang telah dimiliki menjadi hak bagi yang memiliki benda tersebut .Misalnya, bulu domba menjadi hak milik bagi pemilik domba .[12]
Dari segi iktiar , sebab malaiyah (memiliki) dibagi menjadi dua macam , yaitu:
a)      ikhtiyariyah
Sesuatu yang mempunyai hak ikhtiar manusia dalam mewujudkannya. Sebab ini dibagi menjadi dua macam ,yaitu ikhraj al mubahat dan 'uqud .
b)      Jabariyah
Sesuatu yang senantiasa tidak mempunyai ikhtiar manusia dalam mewujudkannya. Sebab jabariyah dibagi dua yaitu irts dan tawallud min al mamluk .
4)      Karena penguasaan terhadap milik negara atas pribadi yang sudah lebih dari tiga tahun, Umar r.a ketika menjabat menjadi khalifah berkata : sebidang tanah akan menjadi milik seseorang yang memanfaatkannya dari seseorang yang tidak memanfaatkannya selama tiga tahun. Hanafiyah berpendapat bahwa tanah yang belum ada pemiliknya kemudian dimanfaatkan oleh seseorang, maka orang yang memanfaatkannya itu berhak memiliki tanah itu.
G.    Klasifikasi Pemilikan

Dalam Fiqh Muamalah, milik terbagi dua :[13]
1. Milk tam, yaitu suatu pemilikan yang meliputi benda dan manfaatnya sekaligus, artinya baik benda dan kegunaannya dapat dikuasai. Pemilikan tam bisa diperoleh salah satunya melalui jual beli.
2.      Milk naqishah, yaitu bila seseorang hanya memiliki salah satu dari benda tersebut, yaitu memiliki benda tanpa memiliki manfaatnya yang disebut raqabah atau memiliki manfaatnya saja tanpa memiliki bandanya yang disebut milik manfaat atau hak guna pakai dengan cara i’arah, wakaf, dan washiyah.
Dari segi tempat, milik terbagi menjadi 3 :
1.      Milk al ’ain / milk al raqabah : memiliki semua benda, baik benda tetap (ghair manqul) dan benda-benda yang dapat dipindahkan (manqul). Contoh : pemilikan rumah, kebun, mobil dan motor.
2.      Milk al manfaah : seseorang yang hanya memiliki manfaatnya saja dari suatu benda. Contoh : benda pinjaman, wakaf, dll.
3.      Milk al dayn : pemilikan karena adanya utang. Contoh : sejumlah uang dipinjamkan kepada seseorang atau pengganti benda yang dirusakkan.
Dari segi cara berpautan milik dengan yang dimiliki (shurah) milik dibagi 2 :[14]
1.      Milk al mutamayyiz : sesuatu yang berpautan dengan yang lain, yang memilki batasan-batasan, yang dapat memisahkannya dari yang lain. Contoh : antara sebuah mobil dan seekor kerbau sudah jelas batas-batasnya.
2.      Milk al syai’ atau milk al musya : milik yang berpautan dengan sesuatu yang nisbi dari kumpulan sesuatu, betapa besar atau betapa kecilnya kumpulan itu. Contoh : memiliki sebagian rumah, seekor sapi yang dibeli oleh 5 orang untuk disembelih dan dibagikan dagingnya.


Hak milik dalam islam dapat di lihat sebagai berikut :[15]
1.      Hak Milik Berdasarkan Bentuk (ya’tibari mahali)
a.       Kepemilikan yang didasari dari bentuk barangnya. 
·         Kepemilikan barang (Milkiyatun al-’ain)
1.      Barang yang dapat dipindah (al-mangkulah), barang yang dapat berpindah-pindah contohnya adalah tas.
2.      Perhiasan (al-ma’ta), perhiasan yang memiliki nilai jual bagi pemiliknya, seperti emas, berlian yang suatu hari dapat dijual kembali.
3.      Hewan (al-haiwan), barang yang berbentuk hewan, seperti sapi, kambing.
4.      Tetap (al-’uqar) barang tetap tidak dapat berpindah-pindah seperti tanah, gedung.
·         Kepemilikan manfaat (Milkiyatun manfaat) kepemilikan berdasarkan manfaatnya, seperti buku, karena buku dimiliki bukan berdasarkan kertasnya, cover melainkan karena manfaatnya.
·         Kepemilikan hutang (Milkiyatun al-adiyan), kepemilikan yang berkaitan dengan hutang dan kredit-kredit lainnya.
2.      Hak Milik Berdasarkan Penuh atau Tidak (ma yatsa tamaw naquson)
a.       .Hak Penuh (milkiyatun tammah), kepemilikan yang sudah penuh haknya, seperti pemilik dari rumahnya sendiri.
b.      Hak Milik tidak Penuh (milkiyatun ann-uqsah), kepemilikan yang masih tergantung orang lain, misalnya ahli waris yang pewarisnya belum wafat.
3.      Hak milik berdasarkan keterpautan (ba ‘a tabara sowaro tohha)
a.       Milkiyatun mutamaziyah, yaitu adanya batasan-batasan, kejelasan perbedaan antara mobil dan rumah, jika di halaman rumah terparkir mobil belum tentu    itu adalah mobil dari pemilik rumah, bisa saja itu mobil milik tamu, karena ada kejelasan perbedaan antara mobil dan rumah.
b.      Milkiyatun sya-i’ah, yaitu adanya pembagian dari keseluruhan, adanya pembagian, contohnya dalam hal investasi seriap investor memiliki bagiannya tersendiri di perusahaan, maka kepemilikan perusahaan tersebut dibagi-bagi
H.    Konsep Kepemilikan
Islam memiliki pandangan yang khas mengenai masalah harta di mana semua bentuk kekayaan pada hakikatnya adalah milik Allah. Demikian juga harta atau kekayaan di alam semesta ini telah dianugerahkan untuk semua manusia sesungguhnya merupakan pemberian dari Allah kepada manusia untuk dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan seluruh umat manusia sesuai dengan kehendak Allah.
Islam mengatur cara perolehan dan pemanfaatan kepemilikan. Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani ada tiga macam kepemilikan yaitu : [16]
a.       Kepemilikan Individu (Milkiyah Fardhiah), adalah izin syariat pada individu untuk memanfaatkan suatu barang melalui lima sebab kepemilikan individu yaitu (1) bekerja, (2) warisan, (3) keperluan harta untuk mempertahankan hidup, (4) pemberian Negara, dari hartanya untuk kesejahteraan rakyat berupa tanah pertanian, barang dan uang modal, (5) harta yang diperoleh individu tanpa berusaha seperti hibah, hadiah, wasiat, diat, mahar, barang temuan, santunan untuk khalifah atau pemegang kekuasaan pemerintah. Kekayaan yang diperoleh memalui bekerja meliputi upaya menghidupkan tanah yang mati, mencari bahan tambang, berburu, pialang, kerja sama  mudharabah, musyaqoh, pegawai negeri atau swasta.
b.      Kepemilikan Umum (Milkiyah Ammah), adalah izin syariat kepada masyarakat secara bersama-sama memanfaatkan suatu kekayaan berupa barang- barang yang mutlak diperlakukan manusia dalam kehidupan sehari-hari seperti air, sumber energy (listrik, gas, batu bara, nuklir, dan sebagainya), dan hasil hutan. Barang yang tidak  mungkin dimiliki individu  seperti sungai, pelabuhan, danau lautan, jalan raya, jembatan, bandara, masjid, dan sebagainya. Barang yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti emas, perak, minyak, dan sebagainya.
c.       Kepemilikan Negara (Milkiyah Daulah) adalah izin syariat atas setiap harta yang hak pemanfaatnnya berada di tangan khalifah sebagai kepada Negara. Termasuk dalam katerogi ini adalah harta ghanimah (pampas an perang), fa’I, kharaj, jizyah, 1/5 harta rikaz (harta temuan), ushr, harta orang murtad, harta yang tidak memiliki ahli waris dan tanah hak milik Negara
I.       Pemanfaatan Kepemilikan[17]
a.       Pengembangan harta yaitu pengembangan harta yang berkait dengan cara dan sarana yang menghasilkan pertambahan harta yakni produksi pertanian, perdagangan, industry dan investasi uang pada sektor jasa. Hukum pengembangan harta berkaitan dengan hukum mengenai cara dan sarana untuk menghasilkan harta. Pada sisi lain Islam melarang beberapa bentuk pengembangan harta seperti riba (baik nashiah pada sektor perbankan maupun riba fadhl pada pasar modal), menimbun harta, monopoli, kartel, judi, penipuan, transaksi barang haram, harta dari KKN, dan sebagainya.
b.      Penggunanaan harta yaitu pemanfaatan harta dengan atau tanpa manfaat materil yang diperoleh. Islam mendorong umat manusia untuk menggunakan hartanya tidak hanya sekedar untuk kepentingan pribadi tapi juga kepentingan sosial. Tidak hanya memenuhi keburuhan materil saja tetapi juga kepentingan nonmateriil seperti nafkah keluarga dan orang tua, anak yatim, zakat, infak, sedekah, hadiah, hibah, jihad fi sabilillah, dan sebagainya. Pada sisi lain, Islam mengharamkan beberapa praktik penggunaan harta seperti suap (risywah), membeli barang atau jasa haram (taraf), dan lain sebagainya.
Sesungguhnya mekanisme pengelolaan kepemilikan dalam perspektif ekonomi Islam secara umum adalah bagaimana menggerakan sektor ekonomi secara riil sehingga produksi barang dan jasa dapat berkembang dan dapat menciptakan lapangan kerja sehingga kesejahteraan masyarakat terus meningkat.



J.      Hikmah Kepemilikan[18]
1.      Manusia tidak boleh sembarangan memiliki harta, tanpa mengetahui aturan-aturan yang berlaku yang telah disyariatkan Islam.
2.      Manusia akan mempunyai prinsip bahwa mencari harta itu harus dengan cara-cara yang baik, benar dan halal.
3.      Memiliki harta bukan hak mutlak bagi manusia, tetapi merupakan suatu amanah (titipan) dari Allah swt. yang harus digunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan hidup manusia dan disalurkan dijalan Allah untuk mempeeroleh rida-Nya.
4.      Menjaga diri untuk tidak terjerumus kepada hal-hal yang diharamkan oleh syara’ dalam memiliki harta.
Manusia akan hidup tenang dan tentram apabila dalam mencari dan memiliki harta itu dilakukan dengan cara-cara yang baik, benar, dan halal, kemudian digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan panduan (aturan-aturan) Allah swt



















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Harta menurut istilah, ialah “segala benda yang berharga dan bersifat materi serta beredar diantara manusia.”
Hak Sesuatu ketentuan yang digunakan oleh syara’ untuk menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum. Milik adalah ‘’Pengkhususan seseorang terhadap pemilik sesuatu benda menurut syara’ untuk bertindak secara bebas dan bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang yang bersifat syara’’.
Pembagian hak terdiri dari Hak mal ,Hak ghair mal ,Hak ‘aini Haq al-istihan ,Haq al-ihtibas,Haq qarar (menetap) ,Haq al- murur ,Haq ta’alli ,Haq al-jiwar ,Haq Syuf’ah atau haq syurb
Konsep kepemilikan diantaranya Kepemilikan Individu (Milkiyah Fardhiah), Kepemilikan Umum (Milkiyah Ammah), dan Kepemilikan Negara (Milkiyah Daulah). Manfaat kepemilikan adalah penggunaan harta dan pengembangan harta















DAFTAR PUSTAKA
Sahrani ,Sohari dan Abdullah, Ru’fah, 2011, Fikih Muamalah, Bogor:Ghalia Indonesia
Anto, M.B. Hendrie, , 2003, Pengantar Ekonomika Islam, Yogyakarta, Ekonisia
httpblog.umy.ac.idrodes2008ringkasan-materi-fiqih-muamalah
Rivai ,Veithzal dan Buchari,Andi, 2009, Islamic Economics, Jakarta : Bumi Aksara,
Ghazaly,Abdul Rahman , Ihsan, Ghufron dan Shidiq,Sapiudin, 2010, fiqh muamalat, Jakarta : Kencana


[1] Abdul Rahman Ghazaly , Ghufron ishan, dan sapiudin, fiqh muamalat, Jakarta : Kencana , 2010 hlm 17
[2] M.B. Hendrie Anto, Pengantar Ekonomika Islam, Yogyakarta, Ekonisia, 2003, hlm. 192.
[3] Masjfuk Zuhudi,. Studi Islam Jilid III Muamlah, Jakarta, PT. Grafindo Persada,1993,hlm 31
[4] Abdul Rahman Ghazaly , Ghufron ishan, dan sapiudin, fiqh muamalat, Jakarta : Kencana , 2010 hlm 45
[5] Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah,Fikih Muamalah,Bogor:Ghalia Indonesia, 2011,hlm. 32

[6] Abdul Rahman Ghazaly , Ghufron ishan, dan sapiudin, fiqh muamalat, Jakarta : Kencana , 2010 hlm 47
[7] Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah,Fikih Muamalah,Bogor:Ghalia Indonesia, 2011,hlm. 33
[8] Sohari Sahrani dan Ru’fah Abdullah,Fikih Muamalah(Bogor:Ghalia Indonesia,2011), hl. 33
[9] Ibid hlm 34
[10] Ibid hlm 35
[11] Ibid 35-37
[12] Ibid hlm 36
[13] Ibid hlm 37
[14] Ibid hlm 38
[15] httpblog.umy.ac.idrodes2008ringkasan-materi-fiqih-muamalah diunduh pada hari Rabu tanggal 11 September 2013 jam 19.41
[16] Veithzal Rivai dan Andi Buchari, Islamic Economics, Jakarta : Bumi Aksara, 2009 hlm 369-370
[17] Ibid hlm 371
[18] Abdul Rahman Ghazaly , Ghufron ishan, dan sapiudin, fiqh muamalat, Jakarta : Kencana , 2010 hlm 50