BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Ekonomi Islam yang merupakan rahmatan lil alamin, kembali bangkit
menorehkan Blue Print-nya. Keberadaannya sangat penting untuk memenuhi tuntutan
masyarakat akan kegagalan ekonomi konvensional. Bahkan, Ekonomi Islam memiliki
prinsip dan karakteristik yang berbeda dengan sistem sekuler yang menguasai
dunia saat ini.
Sebenenarnya, Ekonomi Islam adalah bagian dari sistem islam yang
bersifat umum yang berlandaskan pada prinsip pertengahan dan keseimbangan yang
adil (tawadzun). Islam, menyeimbangkan kehidupan antara dunia dan akhirat,
antara individu dan masyarakat. Keseimbangan antara jasmani dan rohani, antara
akal dan hati dan antara realita dan fakta merupakan keseimbangan yang ada
dalam individu. Sedangkan dalam bidang ekonomi, Islam menyeimbangkan antara
modal dan aktivitas, antara produksi dan konsumsi, dan sebagainya.
Adapun nilai pertengahan dan keseimbangan yang terpenting, yang
merupakan karya Islam dalam bidang ekonomi selain masalah harta adalah Hak
Kepemilikan (Ownership Rights). Dalam memandang hak milik ini islam sangat
moderat. Dan sangat bertolak belakang dengan sistem kapitalis yang menyewakan
hak milik pribadi, sistem sosialis yang tidak mengakui hak milik individu.
Meskipun demikian, Masalah hak milik merupakan sebuah kata yang
amat peka, dan bukan sesuatu yang amat khusus bagi seorang manusia. Oleh karena
itu, Islam sangat mengakui adanya kepemilkan pribadi disamping kepemilikan
umum. Dan menjadikan hak milik pribadi sebagai dasar bangunan ekonomi. Dan Itu
pun akan terwujud apabila ia berjalan sesuai dengan aturan Allah swt, misalnya
adalah memperoleh harta dengan jalan yang halal. Islam melarang keras
kepemilikan atas harta yang digunakan untuk membuat kezaliman atau kerusakan di
muka bumi.
Karena begitu pentingnya aspek kepemilikan dalam bidang ekonomi,
maka dalam makalah ini saya mencoba membahas dan memaparkan tentang “Konsep Hak
Milik (Private Ownership) dalam Islam ” sesuai dengan urgensinya.
Rumusan Masalah
A.
Apa
yang dimaksud dengan Harta?
B.
Bagaimana
islam memandang Harta?
C.
Bagaimana
pengelolaan harta dalam islam?
D.
Jelaskan
pengertian hak dan milik?
E.
Bagaimana
pembagian hak ?
F.
Jelaskan
sebab-sebab kepemilikan?
G.
Bagaimana
klasifikasi pemilikan?
H.
Bagaimana
konsep kepemilikan?
I.
Bagaimana
pemanfaatan kepemilikan?
J.
Bagaimana
hikmah kepemilikan?
Tujuan
A.
Menjelaskan
tentang harta
B.
Mengerti
dan dapat menjelaskan islam dalam memandang harta
C.
Memahami
dan dapat menjelaskan pengelolaan harta dalam islam
D.
Mengerti
dan memahami pengertian hak milik
E.
Dapat
menjelaskan pembagian hak dalam islam
F.
Mengerti
dan memahami sebab sebab kepemilikan
G.
Dapat
menjelaskan klasifikasi kepemilikan
H.
Dapat
mengerti dan memahami konsep kepemilikan
I.
Dapat
memahami dan mengerti pemanfaatan kepemilikan
J.
Dapat
memahami dan menjelaskan hikmah kepemilikan
BAB II
PEMBAHASAAN
A.
Pengertian Harta
Harta
dalam bahasa Arab disebut al-mal, yang
menurut bahasa berarti condong, cenderung atau miring. Al-mal juga diartikan
sebagai segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik dalam
bentuk materi maupun manfaat.[1]
Menurut
bahasa umum, arti mal ialah uang atau
harta. Adapun menurut istilah, ialah “segala benda yang berharga dan bersifat
materi serta beredar diantara manusia.”
B. Islam
Memandang Harta
Ada tiga asas
pokok tentang harta dalam ekonomi Islam,yaitu :[2]
1.
Allah Maha Pencipta, bahwa kita yakin semua
yang ada di bumi dan di langit adalah ciptaan Allah.
2.
Semua harta adalah milik Allah. Kita sebagai
manusia hanya memperoleh titipan dan hak pakai saja. Semuanya nanti akan kita tinggalkan,
kita kembali ke kampung akhirat.
3. Iman kepada
hari Akhir. Hari Akhir adalah hari perhitungan, hari pembalasan terhadap dosa
dan pahala yang kita perbuat selama mengurus harta di dunia ini. Kita akan
ditanya darimana harta diperoleh dan untuk apa ia digunakan, semua harus
dipertanggungjawabkan
C. Pengelolaan
Harta Dalam Islam
Memproduksi barang-barang yang baik
dan memiliki harta adalah hak sah menurut Islam. Namun pemilikan harta itu
bukanlah tujuan tetapu sarana untuk menikmati karunia Allah dan wasilah untuk
mewujudkan kemaslahatan umum. Dalam Al-Quran surat Al-Hadiid (57):7 disebutkan
tentang alokasi harta. [3]
(#qãZÏB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur (#qà)ÏÿRr&ur $£JÏB /ä3n=yèy_ tûüÏÿn=øÜtGó¡B ÏmÏù ( tûïÏ%©!$$sù (#qãZtB#uä óOä3ZÏB (#qà)xÿRr&ur öNçlm; Öô_r& ×Î7x. ÇÐÈ
Artinya: berimanlah kamu
kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah
telah menjadikan kamu menguasainyaMaka orang-orang yang beriman di antara kamu
dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.
Yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan yang bukan
secara mutlak. hak milik pada hakikatnya adalah pada Allah. manusia menafkahkan
hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah. karena
itu tidaklah boleh kikir dan boros
D. Pengertian
Hak dan Milik
Pengertian
Hak
Kata hak berasal dari bahasa Arab al-haqq,
yang secara etimologi mempunyai beberapa pengertian yang berbeda,
diantaranya milik, ketetapan, dan kepastian, menetapkan dan menjelaskan, bagian
(kewajiban), dan kebenaran.[4]
Contoh Al-haqq diartikan
dengan ketetapan dan kepastian terdapat dalam surat Yasin ayat 7:
ôs)s9 ¨,ym ãAöqs)ø9$# #n?tã öNÏdÎsYø.r& ôMßgsù w tbqãZÏB÷sã ÇÐÈ
Artinya:
Sesungguhnya telah pasti Berlaku Perkataan (ketentuan Allah) terhadap
kebanyakan mereka, kerena mereka tidak beriman.
Contoh
al-haqq diartikan dengan menetapkan dan menjelaskan tercantum dalam
surat al-Anfal ayat 8:
¨,ÅsãÏ9 ¨,ysø9$# @ÏÜö7ãur @ÏÜ»t7ø9$# ……
Artinya:
Agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang batil (syirik) ….
Contoh
al-haqq diartikan dengan bagian kewajiban yang terbatas tercantum pada
surat Al-Baqarah ayat 241:
ÏM»s)¯=sÜßJù=Ï9ur 7ì»tFtB Å$râ÷êyJø9$$Î/ ( $)ym n?tã úüÉ)GßJø9$# ÇËÍÊÈ
Artinya
: kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya)
mut'ah menurut yang ma'ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang
bertakwa.
Mut'ah
(pemberian) ialah sesuatu yang diberikan oleh suami kepada isteri yang
diceraikannya sebagai penghibur, selain nafkah sesuai dengan kemampuannya.
Contoh al-haqq diartikan dengan kebenaran sebagai lawan dari
kebatilan tercantum dalam surat Yunus ayat 35:
ö@è% ö@yd `ÏB /ä3ͬ!%x.uà° `¨B üÏöku n<Î) Èd,ysø9$# 4 È@è% ª!$# Ïöku Èd,ysù=Ï9 3
Artinya:
Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekuturmu ada yang menunjuki
kepada kebenaran?" Katakanlah "Allah-lah yang menunjuki kepada
kebenaran".
Menurut
pengertian umum, hak adalah “ Sesuatu ketentuan yang digunakan oleh syara’
untuk menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum “.
Pengertian
tentang hak, sama dengan arti hukum dalam istilah ahli ushul, yaitu :
‘’Sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur atas dasar harus
ditaati untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik mengenai orang
maupun mengenai harta “. [5]
Hak yang
dijelaskan di atas adakalanya merupakan sulthah, dan adakalanya pula
merupakan taklif.
Ø Sulthah terbagi dua,
yaitu sulthah ‘ala al nafsi dan sulthah ‘ala sya’in mu’ayanin.
1.
Sulthah ‘ala al nafsi ialah hak
seseorang terhadap jiwa, seperti hal hadlanah (pemeliharaan anak)
2.
Sulthah ‘ala sya’in mu’ayanin ialah hak
manusia untuk memiliki sesuatu, seperti seseoarang berhak memiliki mobil.
Ø Taklif adalah orang
yang bertanggung jawab, taklif adakalanya tanggungan pribadi (‘ahdah
syakhshiyah) seperti seorang buruh menjalankan tugasnya, adakalanya tanggungan
harta (‘ahdah maliyah) seperti membayar utang.
Pengertian
Milik
Kata milik
berasal dari bahasa Arab al-milk yang secara etimologi berarti
penguasaan terhadap sesuatu. Al-Milk juga berarti sesuatu yang dimiliki
(harta). Milk juga merupakan hubungan seseorang dengan suatu harta yang
diakui oleh syara’, yang menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap
harta itu, sehingga ia dapat melakukan tindakan hukum terhadap harta tersebut,
kecuali adanya kalangan syara’. Kata milik dalam bahasa Indonesia merupakan kata
serapan dari kata al-milk dalam bahasa Arab.
Secara
terminologi, al-milk didefinisikan oleh Muhamad Abu Zahrah, sebagai berikut :
‘’Pengkhususan
seseorang terhadap pemilik sesuatu benda menurut syara’ untuk bertindak secara
bebas dan bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang yang
bersifat syara’’.
Artinya, benda
yang dikhususkan kepada seseorang itu sepenuhnya berada dalam penguasaanya,
sehingga orang lain tidak boleh bertindak dan memanfaatkannya. Pemilik harta
bebas untuk bertindak hukum terhadap hartanya, seperti jual beli, hibah, wakaf
dan meminjamkannya kepada orang lain, selama tidak ada halangan dari syara’.
Contoh halangan syara’ antara lain orang itu belum cakap bertindak hukum,
misalnya anak kecil, orang gila, atau kecakapan hukumnya hilang, seperti orang
yang jatuh pailit, sehingga dalam hal-hal tertentu mereka tidak dapat bertindak
hukum terhadap miliknya sendiri.[6]
Apabila
seseorang telah memiliki suatu benda yang sah menurut syara’, orang tersebut
bebas bertindak terhadap benda tersebut, baik akan dijual maupun akan
digadaikan, baik diri sendiri maupun dengan perantara orang lain. Berdasarkan
definisi ini, kiranya dapat dibedakan antara hak dan milik, untuk lebih jelas
dicontohkan sebagai berikut.[7]
E.
Pembagian Hak
1.
Hak mal adalah “
Sesuatu yang berpautan dengan harta, seperti pemilikan benda-benda atau
utang-utang “.
2.
Hak ghair mal terbagi dua bagian, yaitu hak syakhshi
dan hak ‘aini. Hak syakhshi
“ Sesuatu tuntunan yang ditetapkan syara’ dari seseorang terhadap orang lain
“.
Hak ‘aini ialah hak
orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang kedua. Hak ‘aini ada
dua macam: ashli dan thab’i. Hak ‘aini ashli ialah adanya
wujud benda tertentu dan adanya shabul al-haq, seperti hak milikiyah dan
hak irtifaq. Hak ‘aini thab’i ialah jaminan yang ditetapkan untuk
seseorang yang menguntungkan uangnya atas yang berhutang. Apabila yang
berhutang tidak sanggup membayar, maka murtahin berhak menahan barang itu.[8]
Macam-macam hak ‘aini ialah sebagai berikut.[9]
1.
Haq al-milikiyah ialah hak yang
memberikan pemiliknya hak wilayah. Boleh dia memiliki, menggunakan, mengambil
manfaat, menghabiskannya, merusakkannya, dan membinasakannya, dengan syarat
tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain.
2.
Haq al-intifa ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan
diusahakn hasilnya. Haq al-Isti’mal (menggunakan) terpisah dari haq al istiqlal
(mencari hasil), misalnya rumah yang diwakafkan untuk didiami. Si mauquf ‘alaih
hanya boleh mendiami, ia tidak boleh mencari keuntungan dari rumah itu.
3.
Haq al-irtifaq ialah hak
memiliki manfaat yang ditetapkan untuk suatu kebun atas kebun yang lain, yang
dimiliki bukan oleh pemilik kebun pertama. Misalnya saudara Ibrahim memiliki
sawah di sebelahnya sawah saudara Ahmad. Air dari selokan dialirkan ke sawah
saudara Ibrahim. Sawah Tuan Ahmad pun membutuhkan air. Air dari sawah saudara
Ibrahim dialirkan ke sawah dan air tersebut bukan milik saudara Ibrahim.
4.
Haq al-istihan ialah hak yang
diperoleh dari harta yang digadaikan. Rahn menimbulkan hak ‘aini bagi murtahin,
hak itu berkaitan dengan harga barang yang digadaikan, tidak berkaitan dengan
zakat benda, karena rahn hanyalah jaminan belaka.
5.
Haq al-ihtibas ialah hak
menahan sesuatu benda. Hak menahan barang (benda) seperti hak multaqith (yang
menemukan barang) menahan benda luqathah.
6.
Haq qarar (menetap) atas tanah wakaf, yang
termasuk hak menetapkan atas tanah wakaf ialah :
·
Haq al-hakr ialah menetap di atas tanah wakaf yang disewa,
untuk yang lama dengan seizin hakim;
·
Haq al-ijaratain ialah hak yang
diperoleh karena akad ijarah dalam waktu yang lama, dengan seizin hakim, atau
tanah wakaf yang tidak sanggup dikembalikan ke dalam keadaan semula misalnya
karena kebakaran dengan harga yang menyamai harga tanah, sedangkan sewanya
dibayar setiap tahun.
·
Haq al-qadar ialah hak menambah bangunan yang dilakukan
oleh penyewa;
·
Haq al-marshad ialah hak
mengawasi atau mengontrol
7.
Haq al- murur ialah “ hak jalan
manusia pada miliknya dari jalan umum atau jalan khusus pada milik orang lain”.
8.
Haq ta’alli ialah “Hak manusia untuk menempatkan
bangunannya di atas bangunan orang lain“.
9.
Haq al-jiwar ialah hak-hak yang timbul disebabkan oleh
berdempetnya batas-batas tempat, tinggal, yaitu hak-hak untuk mencegah pemilik
uqur dari menimbulkan kesulitan terhadap tetangganya.
10.
Haq Syuf’ah atau haq syurb ialah “ Kebutuhan
manusia terhadap air untuk diminum sendiri dan untuk diminum bintangnya serta
untuk kebutuhan rumah tangganya “.
Ditinjau dari hak
syirb, maka jenis air dibagi menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut.[10]
a.
Air umum yang tidak dimiliki oleh seseorang,
misalnya air sungai, rawa-rawa, telaga, dan lainnya. Air milik bersama (umum)
boleh digunakan oleh siapa saja dengan syarat tidak memadharatkan orang lain.
b.
Air di tempat yang ada pemiliknya, seperti
sumur yang dibuat oleh seorang untuk mengairi tanaman di kebunnya, selain
pemilik tanah tersebut tidak berhak untuk menguasai tempat air yang dibuat oleh
pemiliknya. Orang lain boleh mengambil manfaat dari sumur tersebut atas srizin
pemilik kebun.
c.
Air yang terpelihara, yaitu air yang dikuasai
oleh pemiliknya, dipelihara dan disimpan di suatu yang telah disediakan,
misalnya air di kolam, kendi, dan bejana-bejana tertentu.
F.
Sebab-sebab Pemilikan[11]
Untuk memiliki harta, ternyata tidak
semudah yang dipikirkan oleh manusia. Harta dapat dimilki oleh seseorang asal
tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku ,baik hukum islam maupun
hukum adat. Harta berdasarkan sifatnya dapat dimilki oleh manusia, sehingga
manusia dapat memiliki suatu benda.
Faktor – faktor yang menyebabkan
harta dapat dimiliki antara lain :
1)
Ikraj al mubahat
Untuk harta yang mubah (belum
dimilki oleh seseorang) atau harta yang tidak termasuk dalam harta yang
dihormati(milik yang sah) dan tidak ada penghalang syara' untuk dimilki .
Untuk memilki benda-benda mubhat
diperlukan dua syarat ,yaitu :
a.
Benda mubhat belum diikhrazkan oleh orang lain. Seorang
mengumpulkan air dalam satu wadah kemudian air tersebut dibiarkan, maka orang
lain tidak berhak mengambil air tersebut karena telah diikhrazkan orang lain .
b.
Adanya maksud mimiliki. Seorang memiliki harta mubhat tanpa
adanya niat, itu tidak termasuk ikhraz. Seumpama seorang pemburu
meletakkan jaringnya di sawah kemudian terjeratlah burung – burung. Apabila
pemburu meletakkan jaring itu hanya sekedar untuk mengeringkan jaringannya,
maka ia tidak berhak memiliki burung-burung tersebut
2)
Khalafiyah
حُلُوْلٌ شَخْص اوْ شَئ جَدِ يْدٍ مَحَلُّ قَدِيْم
زَائِل فِى الْحُقُوْق
Bertempatnya seorang atau sesuatu
yang baru bertempat ditempat yang lama, maka telah hilang berbagai macam haknya
.
Kalifah ada dua macam :
a)
Khalifah syakhsy'an syaksy yaitu si waris menempati tempat si muwaris dalam memiliki
harta yang ditinggalkan oleh muwaris. Jadi, harta yang ditinggalkan muwaris
disebut tirkah .
b)
Khalifah syai'an Apabila seorang merugikan milik
orang lain kemudian rusak ditangannya, maka wajiblah dibayar harganya dan
diganti kerugian-kerugian pemilik harta tersebut. Maka, khalfiyah syai'in
ini disebut tadlimin atau ta'wil (menjamin kerugian).
3)
Tamwull min ta mamluk
Segala yang terjadi dari benda yang
telah dimiliki menjadi hak bagi yang memiliki benda tersebut .Misalnya, bulu
domba menjadi hak milik bagi pemilik domba .[12]
Dari segi iktiar , sebab malaiyah
(memiliki) dibagi menjadi dua macam , yaitu:
a)
ikhtiyariyah
Sesuatu yang mempunyai hak ikhtiar
manusia dalam mewujudkannya. Sebab ini dibagi menjadi dua macam ,yaitu ikhraj
al mubahat dan 'uqud .
b)
Jabariyah
Sesuatu
yang senantiasa tidak mempunyai ikhtiar manusia dalam mewujudkannya. Sebab
jabariyah dibagi dua yaitu irts dan tawallud min al mamluk .
4) Karena penguasaan terhadap milik
negara atas pribadi yang sudah lebih dari tiga tahun, Umar r.a ketika menjabat
menjadi khalifah berkata : sebidang tanah akan menjadi milik seseorang yang
memanfaatkannya dari seseorang yang tidak memanfaatkannya selama tiga tahun.
Hanafiyah berpendapat bahwa tanah yang belum ada pemiliknya kemudian
dimanfaatkan oleh seseorang, maka orang yang memanfaatkannya itu berhak
memiliki tanah itu.
G.
Klasifikasi
Pemilikan
Dalam Fiqh Muamalah, milik terbagi dua :[13]
1.
Milk tam, yaitu suatu pemilikan yang meliputi benda dan
manfaatnya sekaligus, artinya baik benda dan kegunaannya dapat dikuasai.
Pemilikan tam bisa diperoleh salah satunya melalui jual beli.
2.
Milk naqishah, yaitu bila seseorang hanya memiliki salah
satu dari benda tersebut, yaitu memiliki benda tanpa memiliki manfaatnya yang
disebut raqabah atau memiliki manfaatnya saja tanpa memiliki bandanya yang
disebut milik manfaat atau hak guna pakai dengan cara i’arah, wakaf, dan
washiyah.
Dari
segi tempat, milik terbagi menjadi 3 :
1.
Milk al ’ain / milk al raqabah : memiliki
semua benda, baik benda tetap (ghair manqul) dan benda-benda yang dapat
dipindahkan (manqul). Contoh : pemilikan rumah, kebun, mobil dan motor.
2.
Milk al manfaah : seseorang
yang hanya memiliki manfaatnya saja dari suatu benda. Contoh : benda pinjaman,
wakaf, dll.
3.
Milk al dayn : pemilikan karena adanya utang. Contoh :
sejumlah uang dipinjamkan kepada seseorang atau pengganti benda yang
dirusakkan.
Dari segi cara berpautan milik dengan yang
dimiliki (shurah) milik dibagi 2 :[14]
1.
Milk al mutamayyiz : sesuatu yang
berpautan dengan yang lain, yang memilki batasan-batasan, yang dapat
memisahkannya dari yang lain. Contoh : antara sebuah mobil dan seekor kerbau
sudah jelas batas-batasnya.
2.
Milk al syai’ atau milk al musya : milik yang
berpautan dengan sesuatu yang nisbi dari kumpulan sesuatu, betapa besar atau
betapa kecilnya kumpulan itu. Contoh : memiliki sebagian rumah, seekor sapi
yang dibeli oleh 5 orang untuk disembelih dan dibagikan dagingnya.
Hak milik dalam
islam dapat di lihat sebagai berikut :[15]
1.
Hak Milik Berdasarkan Bentuk (ya’tibari mahali)
a.
Kepemilikan yang didasari dari bentuk
barangnya.
·
Kepemilikan barang (Milkiyatun al-’ain)
1.
Barang yang dapat dipindah (al-mangkulah),
barang yang dapat berpindah-pindah contohnya adalah tas.
2.
Perhiasan (al-ma’ta), perhiasan yang memiliki
nilai jual bagi pemiliknya, seperti emas, berlian yang suatu hari dapat dijual
kembali.
3.
Hewan (al-haiwan), barang yang berbentuk hewan,
seperti sapi, kambing.
4.
Tetap (al-’uqar) barang tetap tidak dapat
berpindah-pindah seperti tanah, gedung.
·
Kepemilikan manfaat (Milkiyatun manfaat)
kepemilikan berdasarkan manfaatnya, seperti buku, karena buku dimiliki bukan
berdasarkan kertasnya, cover melainkan karena manfaatnya.
·
Kepemilikan hutang (Milkiyatun al-adiyan),
kepemilikan yang berkaitan dengan hutang dan kredit-kredit lainnya.
2.
Hak Milik Berdasarkan Penuh atau Tidak (ma
yatsa tamaw naquson)
a.
.Hak Penuh (milkiyatun tammah), kepemilikan
yang sudah penuh haknya, seperti pemilik dari rumahnya sendiri.
b.
Hak Milik tidak Penuh (milkiyatun ann-uqsah),
kepemilikan yang masih tergantung orang lain, misalnya ahli waris yang
pewarisnya belum wafat.
3.
Hak milik berdasarkan keterpautan (ba ‘a tabara
sowaro tohha)
a.
Milkiyatun mutamaziyah, yaitu adanya
batasan-batasan, kejelasan perbedaan antara mobil dan rumah, jika di halaman
rumah terparkir mobil belum tentu itu adalah mobil dari
pemilik rumah, bisa saja itu mobil milik tamu, karena ada kejelasan perbedaan
antara mobil dan rumah.
b.
Milkiyatun sya-i’ah, yaitu adanya
pembagian dari keseluruhan, adanya pembagian, contohnya dalam hal
investasi seriap investor memiliki bagiannya tersendiri di perusahaan, maka
kepemilikan perusahaan tersebut dibagi-bagi
H.
Konsep
Kepemilikan
Islam memiliki
pandangan yang khas mengenai masalah harta di mana semua bentuk kekayaan pada
hakikatnya adalah milik Allah. Demikian juga harta atau kekayaan di alam
semesta ini telah dianugerahkan untuk semua manusia sesungguhnya merupakan
pemberian dari Allah kepada manusia untuk dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya
bagi kesejahteraan seluruh umat manusia sesuai dengan kehendak Allah.
Islam mengatur
cara perolehan dan pemanfaatan kepemilikan. Menurut Syaikh Taqiyuddin
an-Nabhani ada tiga macam kepemilikan yaitu : [16]
a.
Kepemilikan Individu (Milkiyah Fardhiah),
adalah izin syariat pada individu untuk memanfaatkan suatu barang melalui
lima sebab kepemilikan individu yaitu (1) bekerja, (2) warisan, (3) keperluan
harta untuk mempertahankan hidup, (4) pemberian Negara, dari hartanya untuk
kesejahteraan rakyat berupa tanah pertanian, barang dan uang modal, (5) harta
yang diperoleh individu tanpa berusaha seperti hibah, hadiah, wasiat, diat,
mahar, barang temuan, santunan untuk khalifah atau pemegang kekuasaan
pemerintah. Kekayaan yang diperoleh memalui bekerja meliputi upaya menghidupkan
tanah yang mati, mencari bahan tambang, berburu, pialang, kerja sama mudharabah, musyaqoh, pegawai
negeri atau swasta.
b.
Kepemilikan Umum (Milkiyah Ammah),
adalah izin syariat kepada masyarakat secara bersama-sama memanfaatkan suatu
kekayaan berupa barang- barang yang mutlak diperlakukan manusia dalam kehidupan
sehari-hari seperti air, sumber energy (listrik, gas, batu bara, nuklir, dan
sebagainya), dan hasil hutan. Barang yang tidak
mungkin dimiliki individu seperti
sungai, pelabuhan, danau lautan, jalan raya, jembatan, bandara, masjid, dan
sebagainya. Barang yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti emas, perak,
minyak, dan sebagainya.
c.
Kepemilikan Negara (Milkiyah Daulah) adalah
izin syariat atas setiap harta yang hak pemanfaatnnya berada di tangan khalifah
sebagai kepada Negara. Termasuk dalam katerogi ini adalah harta ghanimah
(pampas an perang), fa’I, kharaj, jizyah, 1/5 harta rikaz (harta
temuan), ushr, harta orang murtad, harta yang tidak memiliki ahli waris
dan tanah hak milik Negara
a.
Pengembangan harta yaitu pengembangan harta
yang berkait dengan cara dan sarana yang menghasilkan pertambahan harta yakni
produksi pertanian, perdagangan, industry dan investasi uang pada sektor jasa. Hukum
pengembangan harta berkaitan dengan hukum mengenai cara dan sarana untuk
menghasilkan harta. Pada sisi lain Islam
melarang beberapa bentuk pengembangan harta seperti riba (baik nashiah pada
sektor perbankan maupun riba fadhl pada pasar modal), menimbun harta, monopoli,
kartel, judi, penipuan, transaksi barang haram, harta dari KKN, dan sebagainya.
b. Penggunanaan harta yaitu
pemanfaatan harta dengan atau tanpa manfaat materil yang diperoleh. Islam
mendorong umat manusia untuk menggunakan hartanya tidak hanya sekedar untuk
kepentingan pribadi tapi juga kepentingan sosial. Tidak hanya memenuhi
keburuhan materil saja tetapi juga kepentingan nonmateriil seperti nafkah
keluarga dan orang tua, anak yatim, zakat, infak, sedekah, hadiah, hibah, jihad
fi sabilillah, dan sebagainya. Pada sisi lain, Islam mengharamkan beberapa
praktik penggunaan harta seperti suap (risywah), membeli barang atau
jasa haram (taraf), dan lain sebagainya.
Sesungguhnya mekanisme pengelolaan kepemilikan dalam perspektif ekonomi
Islam secara umum adalah bagaimana menggerakan sektor ekonomi secara riil
sehingga produksi barang dan jasa dapat berkembang dan dapat menciptakan lapangan
kerja sehingga kesejahteraan masyarakat terus meningkat.
1.
Manusia
tidak boleh sembarangan memiliki harta, tanpa mengetahui aturan-aturan yang
berlaku yang telah disyariatkan Islam.
2.
Manusia
akan mempunyai prinsip bahwa mencari harta itu harus dengan cara-cara yang
baik, benar dan halal.
3.
Memiliki
harta bukan hak mutlak bagi manusia, tetapi merupakan suatu amanah (titipan)
dari Allah swt. yang harus digunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kepentingan hidup manusia dan disalurkan dijalan Allah untuk mempeeroleh
rida-Nya.
4.
Menjaga
diri untuk tidak terjerumus kepada hal-hal yang diharamkan oleh syara’ dalam
memiliki harta.
Manusia akan hidup tenang dan tentram apabila dalam mencari dan
memiliki harta itu dilakukan dengan cara-cara yang baik, benar, dan halal,
kemudian digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan panduan (aturan-aturan) Allah
swt
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Harta
menurut istilah, ialah “segala benda yang berharga dan bersifat materi serta beredar
diantara manusia.”
Hak Sesuatu ketentuan yang digunakan oleh
syara’ untuk menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum. Milik adalah
‘’Pengkhususan seseorang terhadap pemilik sesuatu benda menurut syara’ untuk
bertindak secara bebas dan bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada
penghalang yang bersifat syara’’.
Pembagian hak
terdiri dari Hak mal ,Hak ghair mal ,Hak ‘aini Haq al-istihan ,Haq
al-ihtibas,Haq qarar (menetap) ,Haq al- murur ,Haq ta’alli ,Haq al-jiwar ,Haq Syuf’ah atau haq syurb
Konsep
kepemilikan diantaranya Kepemilikan Individu (Milkiyah Fardhiah), Kepemilikan
Umum (Milkiyah Ammah), dan Kepemilikan Negara (Milkiyah Daulah).
Manfaat kepemilikan adalah penggunaan harta dan pengembangan harta
DAFTAR PUSTAKA
Sahrani ,Sohari dan Abdullah,
Ru’fah, 2011, Fikih Muamalah, Bogor:Ghalia Indonesia
Anto, M.B. Hendrie, ,
2003, Pengantar Ekonomika Islam, Yogyakarta, Ekonisia
httpblog.umy.ac.idrodes2008ringkasan-materi-fiqih-muamalah
Rivai ,Veithzal dan Buchari,Andi,
2009, Islamic Economics, Jakarta : Bumi Aksara,
Ghazaly,Abdul Rahman , Ihsan,
Ghufron dan Shidiq,Sapiudin, 2010, fiqh muamalat, Jakarta : Kencana
[1] Abdul Rahman
Ghazaly , Ghufron ishan, dan sapiudin, fiqh muamalat, Jakarta : Kencana ,
2010 hlm 17
[3] Masjfuk Zuhudi,. Studi Islam Jilid III Muamlah, Jakarta,
PT. Grafindo Persada,1993,hlm 31
[4] Abdul Rahman
Ghazaly , Ghufron ishan, dan sapiudin, fiqh muamalat, Jakarta : Kencana ,
2010 hlm 45
[5]
Sohari
Sahrani dan Ru’fah Abdullah,Fikih
Muamalah,Bogor:Ghalia Indonesia,
2011,hlm. 32
[6] Abdul Rahman
Ghazaly , Ghufron ishan, dan sapiudin, fiqh muamalat, Jakarta : Kencana ,
2010 hlm 47
[7]
Sohari
Sahrani dan Ru’fah Abdullah,Fikih
Muamalah,Bogor:Ghalia Indonesia,
2011,hlm. 33
[9] Ibid hlm 34
[10] Ibid hlm 35
[11]
Ibid 35-37
[12] Ibid hlm 36
[13]
Ibid hlm 37
[14]
Ibid hlm 38
[15]
httpblog.umy.ac.idrodes2008ringkasan-materi-fiqih-muamalah diunduh pada hari
Rabu tanggal 11 September 2013 jam 19.41
[16]
Veithzal Rivai dan Andi Buchari, Islamic Economics, Jakarta : Bumi
Aksara, 2009 hlm 369-370
[17]
Ibid hlm 371
[18] Abdul Rahman
Ghazaly , Ghufron ishan, dan sapiudin, fiqh muamalat, Jakarta : Kencana ,
2010 hlm 50