Sabtu, 15 Desember 2012

makalah perkembangan ekonomi pada masa khulafa urrasyiddin



PEREOKONOMIAN PADA MASA KHULAFAURRASYIDDIN

A.    Pada Masa Pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq (11-13 H/632-634 M)
Setelah Rasulullah Saw wafat, khalifah islam yang terpilih pertama adalah Abu Bakar ash-Shiddiq yang bernama lengkap Abdullah ibn Abu Qunafah at-Tamimi. Ia merupakan pemimpin agama sekaligus kepala Negara kaum muslimin. Pada masa pemerintahannya  yang hanya berlangsung selama dua tahun, Abu bakar banyak mengahadapi persoalan dalam negeri yang berasal dari kelompok murtad, nabi palsu, dan yang lain, ia memutuskan untuk memerangi kelompok tersebut melalui perang Riddah.
Abu Bakar dikenal sebagai Khalifah yang sangat wara’(hati-hati) dalam masalah harta. Bahkan pada hari kedua setelah beliau dibai’at sebagai khalifah, beliau tetap berdagang dan tidak mau mengambil harta umat dari Baitul Mal untuk keperluan diri dan keluarganya. (Abdul Aziz, 2010 : 111)
Didalam usahanya untuk mensejahterakan umat islam, Abu bakar melaksanakan kebijakan ekonomi seperti yang telah dilakukan Nabi Muhamad saw. Ia sangat memperhatikan masalah perhitungan zakat sehingga tidak terjadinya kelebihan dan kekurangan pembayarannya. Hasil pengumpulan zakat tersebut dijadikan sebagai pendapatan Negara dan disismpan di baitul mal untuk langsung dibagikan kepada seluruh kaum muslimin.
Dalam mendistribusikan baitul mal tersebut, ia menerapkan prinsip kesamarataan, yaitu dengan memberikan jumlah yang sama kepada sahabat Rasulullah dan tidak membeda-bedakan yang satu dengan yang lainnya. Menurut Abu bakar dalam hal keutamaan beriman, Allah swt yang akan memberikan ganjarannya, sedangkan dalam masalah kebutuhan hidup, prinsip kesamaan lebih baik daripada prinsip keutamaan.  (Afzalurrahman,1995: 163)
 Dengan demikian, selama masa pemerintahan  Abu Bakar , harta Baitul Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung dibagikan kepada seluruh umat muslimin. Kebijakan tersebut berpengaruh pada peningakatan aggregate demand dan aggregate supply pada akhirnya akan menaikan total pendapatan nasional, dan memperkecil jurang pemisah antara si miskin dan si kaya.\
Seperti halnya Rasulullah, Abu bakar juga melakasankan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan, sebagian diberikan kepada kaum muslimin dan sebagian yang lain tetap menjadi tanggungan Negara. Disampinbg itu ia juga mengambil alih tanah-tanah dari orang-orang murtad umtuk dimanfaatkan demi kepentingan seluruh umat islam. (Azyumardi Azra, 2010 : 89)

Dalam pemerintahan Abu Bakar,  ciri-ciri ekonominya adalah:
1. Menerapkan praktek akad – akad perdagangan yang sesuai dengan prinsip syariah.
2. Menegakan hukum dengan memerangi mereka yang  tidak mau membayar zakat
3. Tidak menjadikan akhli badar(orang yang berjihad pada perang Badar) sebagai pejabat Negara, tidak mengistimewakan ahli badar dalam pembagian kekayaan Negara.
4. Mengelolah barang tambang ( rikaz ) yang terdiri dari emas, perak, perunggu, besi, dan baja sehingga menjadi sumber pendapatan Negara.
5. Menetapkan gaji pegawai berdasarkan karakteristuk daerah kekuasaan masing – masing.
6. Tidak merubah kebijakan rasullah SAW dalam masalah jizyah. Sebagaimana Rasullah Saw Abu Bakar,  RA tidak membuat ketentuan khusus tentang jenis dan kadar jizyah, maka pada masanya, jizyah dapat berupa emas, perhiasan, pakaian, kambing, onta, atau benda benda lainya.
7. Penerapan prinsif persamaan dalam distribusi kekayaan Negara
8. Ia memperhatikan akurasi penghitungan Zakat. Hasil penghitungan zakat dijadikan sebagai pendapatan negara yang disimpan dalam Baitul Mal dan langsung di distribusikan seluruhnya pada kaum muslimin. (Handbook Sharia Economics School,2011 www.pemikiran ekonomi islam) 

B.     Pada Masa Pemerintahan Umar ibn al-Khattab(13-23 H/634-644 M)
Untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat muslim. Abu Bakar bermusyawarah dengan para pemuka sahabat tentang calon penggantinya. Berdasarkan hasil musyawarah tersebut, ia menunjuk Umar ibn al-Khattab sebagain khalifah Islam ke II.Keputusan tersebut tersebut diterima dengan baik oleh kaum muslimin. Setelah diangkat menjadi khalifah, Umar ibn al-Khattab menyebut dirinya sebagai khalifah khalifah rasulillah (pengganti Rasulullah). Ia juga menyebut dirinya dengan istilah Amir al-Mu’minin (Komandan orang-orang yang beriman).
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama sepuluh tahun, Umar ibn al-Khattab banyak melakukan ekspensi hingga wilayah islam meliputi Jazirah Arab, Palestina, Syiria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir. Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar ibn al-Khattab segera mengatur administrasi Negara dengan mencontoh Persia. Administrasi pemerintah diatur menjadi delapan wilayah propinsi : Mekah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Ia juga memebntuk jawatan kepolisisan dan jawatan tenaga kerja. (Azyumardi Azra, 2010 : 90)




1.      Pendirian Lembaga Baitul Mal

Seiring dengan semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam pada masa pemerintahan Umar ibn al-Khattab,  pendapatan negara mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini, memerlukan perhatian khusus untuk mengolahnya agar dapat dimanfaatkan secara benar, efektif, dan efisien. Cikal bakal lembaga Baitul Mal yang telah dicetuskan  dan difungsikan oleh Rasulullah Saw dan diteruskan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq, semakin dikembangkan fungsinya pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn al-Khattab sehingga lembaga yang reguler dan permanen.
Pada tahun 16 H, bangunan lembaga Baitul Mal pertama kali didirikan dengan Madinah sebagai pusatnya lalu didirikan cabang-cabang nya di ibu kota provinsi. Untuk menangani lembaga tersebut,  Khalifah Umar ibn al-Khattab menunjuk Abdullah ibn Irqam sebagai bendahara negara dengan Abdurrahman ibn Ubaid al-Qari sebagai wakilnya.
Khalifah  Umar ibn al-Khattab juga membuat ketentuan bahwa pihak eksekutif tidak boleh turut campur dalam mengelola harta Baitul Mal. Di tingkat provinsi,  pejabat yang bertanggung  jawab terhadap harta umat tidak bergantung kepada gubernur dan mereka mempunyai otoritas penuh dalam melaksanakan tugasnya serta bertanggung jawab langsung kepada pemerintah pusat. Bersamaan dengan reorganisasi lembaga Batul Mal, sekaligus sebagai perealisasian salah satu fungsi negara islam, yakni fungsi jaminan sosial, Khalifah Umar ibn al-Khatab membentuk sitem diwan yang,  lalu dipraktekan untuk pertama kalinya pada tahun 20 H. Lalu ia menunjuk sebuah komite nassab ternama yang terdiri dari Aqil bin Abi Thalib, Mahzamah bin Naufal, dan Jabir bin Mut’im untuk membuat laporan sensus penduduk sesuai dengan kepentingan dan kelasnya, kelompok  al-Sabiqun dan al-Awwalun. Kaum wanita, anak-anak dan para budak juga mendapat tunjangan sosial.
Khalifah Umar ibn al-Khattab berpendapat bahwa kesulitan yang dihadapi umat islam harus diperhitungkan dalam menetapkan bagian seseorang dari harta negara dan, karenanya, keadilan menghendaki usaha seseorang dalam memperjuangkan Islam harus dipertahankan dan di balas dengan sebaik-baiknya. Ia bertekad akan mengubah kebijakannya tersebut apabila masih di beri kesempatan hidup.Akan tetapi,Khalifah Umar telah tewas terbunuh sebelum rencananya terlaksana.
Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar ibn al-Khattab mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti :
a.       Departemen Pelayanan Militer. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan pada orang –orang yang terlibat dalam peperangan.Besarnya jumlah dana bantuan tergantung jumlah tanggungan keluarga.
b.      Departemen Kehakiman dan Eksekutif.  Departemen ini bertanggung jawab terhadap pembayaran gaji para hakim dan eksekutif. Besarnya ditentukan oleh dua hal :
- Gaji tersebut harus memenuhi kebutuhan keluarganya.
- Gaji juga harus sama rata, bila ada perbedaan itu pun ada batasannya.
c.       Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam. Departemen ini mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan orang-orang yang menderita.( Azyumardi Azra, 2010 :91-92)

2.      Klasifikasi dan Alokasi Pendapatan Negara
Pada masa pemerintahannya, Khalifah Umar ibn al-Khattab mengklasifikasikan
pendapatan negara menjadi empat bagian, yaitu :
a.    Pendapatan zakat dan ‘ushr (pajak tanah). Pendapatan ini sudah disimpan di Baitul Mal pusat dan di bagikan kepada delapan ashnaf.
b.    Pendapatan  khums dan sedekah. Pendapatan ini di bagikan ke fakir miskin atau untuk mereka yang sedang mencari kesejahteraan, tidak dipilih-pilih dia orang muslim atau bukan.
c.    Pendapatan  kharaj, fai, jizyah, ‘ushr (pajak perdagangan), dan sewa tanah. Pendapatan ini di gunakan untuk dana pensiun, bantuan, menutupi biaya oprasional, kebutuhan militer, dsb.
d.   Pendapatan lain-lain. Digunakan untuk membayar para pekerja, pemelihara anak-anak terlantar dan dana sosial lainnya.

Diantara alokasi pendapatan Baitul Mal tersebut, dana pensiun merupakan pengeluaran negara yang paling penting. Lalu dana pertahanan negara dan pembangunan. Dana pensiun untuk mereka yang bergabung di militer, dalam setahun dana ini di bayarkan dua kali. Dana tersebut didistribusikan melalui seorang  arif  yang masing-masig bertanggung jawab atas sepuluh orang penerima dana. Sementara itu dana pertahanan negara digunakan untuk membeli fasilitas militer, seperti perlengkapan perang, dan pembangunan markas militer.
Dana pembangunan digunakan untuk: Pembangunan pertanian, dan perdagangan, jaringan terowongan, dsb,yang dapat menunjang kesejahteraan ekonomi masyarakat umum. ( Azyumardi Azra, 2010 :93-94)
Selain hal-hal tersebut, Khalifah Umar ibn al-Khattab juga menerapkan beberapa kebijakan ekonomi lainnya, seperti :
a.       Kepemilikan tanah.
. Selama pemerintahan Khalifah Umar, wilayah kekuasaan Islam semakin luas seiring dengan banyaknya daerah-daerah yang berhasil ditaklukkan, baik melalui peperangan maupun secara damai. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan baru. Pertanyaan yang paling mendasar dan utama adalah kebijakan apa yang akan diterapkan negara terhadap kepemilikan tanah-tanah yang berhasil ditaklukan tersebut. Para tentara dan beberapa sahabat terkemuka menuntut agar tanah hasil taklukan tersebut dibagikan kepada mereka yang terlibat dalam peperangan sementara sebagian kaum Muslimin yang lain menolak pendapat tersebut. Muadz bin Jabal, salah seorang di antara mereka yang menolak, mengatakan, Apabila engkau membagikan tanah tersebut, hasilnya tidak akan raenggembirakan. Bagian yang bagus akan menjadi milik mereka yang tidak lama lagi akan meninggal dunia dan keseluruhan akan menjadi milik seseorang saja.
Mayoritas sumber pemasukan pajak al-kharaj berasal dari daerah-daerah bekas kerajaan Romawi dan Sasanid (Persia) dan hal ini membutuhkan suatu sistem administrasi yang terperinci untuk penaksiran, pengumpulan, dan pendistribusian pendapatan yang diperoleh dari pajak tanah-tanah tersebut.
Wilayah Irak yang ditaklukkan dengan kekuatan menjadi milik muslim dan kepemilikan ini tidak dapat digangggu gugat sedangkan bagian wilayah yang berada di bawah perjanjian damai tetap dimiliki oleh pemilik sebelumnya dan kepemilikan tersebut dapat dialihkan.

a)      Kharaj dibebankan kepada semua tanah yang berada di bawah kategori pertama, meskipun pemilik tanah tersebut memeluk agama islam.dengan demikian, tanah seperti itu tidak dapat dikonversi menjadi tamah ushr.
b)      Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan selama mereka membayar kharaj dan jizyah
c)      Tanah yang tidak ditempati atau ditanami (tanah mati) atau tanah yang diklaim kembali (seperti Bashra) bila dolah oleh kaum muslim diperlakukan sebagai tanah ushr
d)     Di Sawad, kharaj dibebankan sebesar satu dirham dan satu rafiz (satu ukuran lokal) gandum dan barley (sejenis gandum) dengan asumsi tanah tersebut dapat dilalui air. Harga yang lebihn tinggi dikenakan kepada ratbah (rempah atau cengkeh) dan perkebunan
e)      Di Mesir, berdasarkan perjanjian Amar, setiap pemilik tanah dibebankan pajak sebesar dua dinar, disamping tiga irdabb gandum, dua qist untuk setiap minyak, cuka, madu, da rancangan ini telah disetujui khalifah
f)       Perjanjian Damaskus (Syria) berisi pembayaran tunai, pembagian tanah dengan kaum Muslim, baban pajak untuk setiap orang sebesar satu dinar dan satu beban jarib (unit berat) yang diproduksi per jarib (ukuran) tanah.( Handbook Sharia Economics School,2011
www.pemikiran ekonomi islam )
b.      Zakat.
 Khalifah Umar ibn al-Khattab menetapkan kuda, karet, dan madu, sebagai objek zakat karena, pada masanya, ketiga hal itu telah lazim di perdagangkan.
c.       ‘ushr.
Khalifah Umar ibn al-Khattab menerapkan pajak ‘ushr kepada para pedagang yang memasuki wilayah Islam. Besarnya jumlah pajak bervariasi,  25% bagi pedagang muslim, 5%  bagi kafir dzimmi, dan 10%  bagi kafir harbi. Pajak ini hanya di bayar sekali dalam setahun meskipun pedagang itu memasuki wilayah Islam lebih dari sekali dalam setahun.
d.      Mata uang.
 Pada masa Khalifah Umar ibn al-khattab, bobot mata uang dinar itu seragam, sama dengan satu mistqal atau 20 qirat atau 100 grain barley. Sedangkan bobot dirham tidak seragam membuat masyarakat bingung Umar ibn al-Khattab menetapkan bahwa dirham perak seberat 14 qirat. Atau 70 grain barley. Dengan de4mikian satu mitsqal dengan satu dirham adalah tujuh persepuluh. (Azyumardi Azra, 2010 : 93-94)
e.       Sedekah dari non muslim
Tidak ada ahli kitab yang membayar sedekah atas ternaknya kecuali orang Kristen; Bani Taghlib yang keseluruhan kekayaannya terdiri dari hewan ternak. Mereka membayar dua kali lipat dari yang dibayar kaum Muslimin. Bani Taghlib merupakan suku Arab Kristen yang gigih dalam peperangan. Umar mengenakan jizyah kepada mereka, tetapi mereka terlalu gengsi sehingga menolak membayar jizyah dan malah membayar sedekah.
Nu'man ibn Zuhra memberikan alasan untuk kasus mereka dengan mengatakan bahwa pada dasarnya tidak bijaksana memperlakukan mereka seperti musuh dan seharusnya keberanian mereka menjadi aset negara. Umar pun memanggil mereka dan menggandakan sedekah yang harus mereka bayar dengan syarat mereka setuju untuk tidak membaptis seorang anak atau memaksanya untuk menerima kepercayaan mereka. Mereka setuju dan menerima. (
Handbook Sharia Economics School,2011 www.pemikiran ekonomi islam)

C.    Pada Masa Pemerintahan Utsman ibn Affan (23-35 H/644-656 M)
Berbeda halnya dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam menentukan calon penggatinya, khalifah Umar ibn Affan, Ali ibn Abi Thalib, Thalhah, Zubair ibn al-Awwam, Sa’ad ibn Abi Waqqas, dan Abdurrahman ibn Auf. Ia meminta kepada tim tersebut untuk memilih salah seorang di antara mereka sebagai penggantinya. Setelah Umar ibn Al-Khattab wafat, tim ini melakukan musyawarah dan berhasil menunjukan Utsman ibn Affan sebagai khalifah Islam III setelah melalui persaingan yang ketat dengan Ali ibn Abi Thalib.
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 12 tahun, khalifah Utsman ibn Affan berhasil melakukan ekspansi ke wilayah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa, Transoxania, dan Tabaristan. Ia juga berhasil menumpas pemberontakan di daerah Khurasan dan Iskandariah.
Pada enam tahun pertama masa pemerintahannya, Khalifah Utsman ibn Affan melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakan Umar ibn al- Khattab. Dalam rangka pengembangan sumber daya alam, ia melakukan pembuatan saluran air, pembangunan jalan-jalan, dan pembentukan organisasi kepolisisan secara permanen untuk mengamankan jalur perdagangan. Khalifah Utsman ibn Affan juga membentuk armada laut kaum muslimin di bawah komando Muawiyah hingga berhasil membangun supermasi kelautannya di wilayah Mediterania. Lodica dan wilayah di semenanjung Syiria, Tripoli dan Barca di Afrika Utara menjadi pelabuhan pertama Negara Islam. Namun demikian, pemerintahan Khalifah Utsman ibn Affan harus menanggung beban anggaran yang tidak sedikit untuk memelihara angakatan laut tersebut.
Khalifah Utsman ibn Affan tidak mengambil upah dari kantornya. Sebaliknya, ia meringankan beban pemereintah dalam hal-hal yang serius, bahkan menyimpan uangnya di bendahara Negara. Hal tersebut menimbulkan kesalahpahaman dengan Abdullah ibn Irqam, bendahara Baitul Mal. Konflik ini tidak hanaya membuat Abdullah menolak upah dari pekerjaannya, tetapi juga menolak hadir pada setiap pertemuan public yanag dihadiri Khalifah. Permasalahan tersebut semakin rumit ketika muncul berbagai pernyataan kontroversi mengenai pengeluaran harta Baitul Mal yang tidak hati-hati.

Khalifah Utsman ibn Affan tetap mempertahankan system pemberian bantuan dan santunan serta memeberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang berbeda-beda. Meskipun meyakini prinsip persamaan dalam memenuhi kebutuhan pikok masyarakat, ia memberikan bantuan yang berbeda pada tingkat yang lebih tinggi. Dengan demikian, dalam pendistribusian harta Baitul Mal, Khalifah Utsman ibn Affan menerapkan prinsip keutamaan seperti halnya Umar ibn al-khattab.
Dalam hal pengelolaan zakat, Khalifah utsman ibn Affan mendelegasikan kewenangan menksir harta yang dizakati kepada para pemiliknya msiang-masing. Hal ini dilakukan untuk mengamankan zakat dari berbagai gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa oknum pengumpul zakat.
Untuk meningkatkan pengeluaran di bidang pertahanan dan kelautan, meningkatkan dana pensiun, dan pembangunan berbagai wilayah taklukan baru, Negara membutuhkan dana tambahan. Oleh karena itu, Khalifah Utsman ibn Affan membuat beberapa perubahan administrasi tingkat atas dan pergantian beberapa gubenur. Ia juga menerapkan kebijakan membagi-bagikan tanah-tanah Negara kepada individu- individu untuk reklamasi dan kontribusi kepada Baitul Mal. Dari hasil kebijakannya ini, Negara memperoleh pendapatan sebesar 50 juta dirham atau naik 41 juta dirham juka dibandingkan pada masa Umar ibn al-Khattab yang tidak membagi- bagikan tanah tersebut.
 Memasuki enam tahun kedua masa pemerintahan Utsman  Ibn Affan, tidak terdapat perubahan situasi ekonomi yang cukup signifikan. Berbagai kebijakan Khalifah Utsman ibn Affan yang banyak menguntungkan keluarganya telah menimbulkan benih kekecewaan yang mendalam pada sebagian besar kaum muslimin. Akibatnya, pada masa ini, pemerintahannya lebih banyak diwarnai kekacauan politik yang berakhir dengan terbunuhnya sang khalifah.( Azyumardi Azra, 2010 :95-96)

D.    Masa Pemerintahan Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)
Setelah diangkat sebagai khalifah Islam IV oleh segenap kaum muslimin, Ali ibn Abi Thalib langsung mengambil beberapa tindakan, seperti memberhentikan para pejabat yang korupsi, membuka kembali lahan perkebunan yang telah diberikan kepada orang-orang kesayangan Utsman dan mendistribusikan pendapatan pajak tahunan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan Umar ibn al-Khattab.
Masa pemerintahan Khalifah Ali ibn Abi Thalib yang hanya berlangsung selama enam tahun selalu diwarnai dengan ketidakstabilan kehidupan politik. Ia harus menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair ibn al-Awwam, dan Aisyah yang menuntut kematian Utsman ibn Affan. Berbagai kebijakan tegas yang diterapkannya menimbulkan api permusuhan dengan keluarga Bani Umayyah yang dimotori oleh Muawiyah ibn Abi Sofyan. Pemberontakan juga datang  dari golongan Khawariij, mantan pendukung Khalifah Ali Ibn Abu Thalib yang kecewa terhadap keputusan tahkim pada perang shiffin.
Sekalipun demikian, khalifah Ali ibn Abi Thalib tetap berusaha untuk melaksanakan berbagai  kebijakan yang mendorong peningkatan kesejahteraan umat islam. Menurut sebuah riwayat, ia secara sukarela menarik diri dari daftar penerima dana bantuan Baitul Mal. Selama masa pemerintahannya Khalifah Ali ibn Abi Thalib menetapkan pajak terhadap hasil hutan dan sayuran.
Selama masa pemerintahan Ali ibn Abi Thalib, system administrasi Baitul Mal, baik diangkat pusat maupun daerah, telah berjalan dengan baik. Kerjasama antara keduannya berjalan dengan lancer maka pendaptaan  baitul Mal mengalami surplus. Dalam pendistribusian harta Baitul Mal, khalifah Ali Ibn AbinThalib menerapkan prinsip pemerataan. Ia memberikan santunan yang sama kepada setiap orang tanpa memandang status social atau kedudukannya di dalam Islam. Khalifah Ali ibn Abi Thalib tetap berpendapat bahwa seluruh pendapatan Negara yang disimpan dalam Baitul Mal harus didistribusikan kepada kaum muslimin, tanpa ada sedikitpun dana yang tersisa. Distribusi tersebut dilakukan sekali dalam sepekan. Hari kamis merupakan hari pendistribusian atau hari pembayaraan. Pada hari itu, semua penghitungan diselesaikan dan, pada hari sabtu penghitungan baru dimulai. (Azyumardi Azra, 2010 : 97)

Kebijakan Ekonomi Ali Bin Ali Thallib antara lain :
a)    Mengedepankan prinsip pemerataan dalam pendistribusian kekayaan negara kepada masyarakat.
b)   Menetapkan pajak terhadap para pemilik kebun dan mengijinkan pemungutan zakat terhadap sayuran segar
c)    Pembayaran gaji pegawai dengan system mingguan
d)   Melakukan kontrol pasar dan pemberantas pedagang licik, penimbunan barang , dan pasar gelap
e)    Aturan konpensai bagi para pekerja jika kereka merusak barang-barang pekerjaaannya.(Handbook Sharia Economics School,2011 www.pemikiran ekonomi islam





Kesimpulan

Tradisi yang dibangun oleh Rasulullah diteruskan dan dikembangkan oleh para khalifah pengganti beliau. Tercatat, misalnya kebiasaan musyawarah dalam suatu urusan yang melembaga di zaman mereka, dimulai dengan memilih Abu Bakar Sidiq sebagai khalifah. Contoh kedua adalah ketika Khalifah Umar bin Khattab menjelang akhir hayat membentuk sebuah lembaga yang terdiri dari beberapa orang sahabat untuk memilih beberapa orang penggantinya.
Baitul Mal semakin mapan bentuknya pada zaman khalifah Umar bin Khattab. Pada masanya system administrasi dan pembentukan dewan-dewan dilakukan untuk ketertiban administrasi. Umar juga meluaskan basis zakat san sumber pendapatan lainnya. Dilain puhak, ia juga sangat memperhatikan kesejahteraan kaum Muslimin sehingga terlahir ucapannya yang terkenal bahwa jika ada keledai yang terperosok di Iraq ia akan ditanya oleh Tuhan mengapa ia tidak meratakan jalan tersebut. Umar juga terkenal dengan keadilan dan ketelitiannya sehingga pengawas menjadi lembaga berwibawa di bawah pemerintahannya. Ia turun sendiri  apakah mekanisme pasar berjalan dengan semsestinya, menegur orang yang berusaha mencari keuntungan dengan cara yang tidak benar dan member selamat kepada para pedagang yang jujur. Umar memberlakukan apa yang disebut dalam dunia perdagangan internasional zaman ini sebagai principle of reciprocity dengan memberlakukan kuota kepada para pedagang yang datang dari Persia dan Romawi, karena kedua Negara itu memberlakukan hal yan sama kepada para pedagang di Madinah. Akan tetapi, kebijakan fiscal Umar yang paling popular dan mendapat kritik pedas dari para sahabat adalah ketika Iraq ditaklukan tentara Muslimin, ia tidak membagikan tanah rampasan itu kepada tentara Muslim sebagaimana biasanya, melainkan membiarkan di tangan penduduk setempat dan memeungut kharaj dari para penduduk itu.
Kebijakan Umar diteruskan oleh Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, khalifah –khalifah berikutnya. Yang patut dicatat dalam periode ini bahwa para khalifah itu amat serius dalam memikirkan kesejahteraan rakyat, pendapatan dan penerimaan Baitul Mal. Funsi Baitul Mal sebagai instrument dalam kebijakan fiscal ini tentu hanha dapat terlaksana dengan pribadi-pribadi yang jujur dan amanah tersebut. (Velthzal Rivai, 2008 : 74)


DAFTAR ISI
Azra Azyumaryadi,2010 sejarah pemikiran ekonomi islam.jakarta: Gramarta Publishing
Handbook Sharia Economics School,2011 www.pemikiran ekonomi islam
Pada hari sabtu tanggal 15 September 2012
Rivai Velthzal,2008 Islamic Financial Management.Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada
Aziz Abdul,2010 Kapita selekta Ekonomi Islam Kontemporer. Bandung: Alfabeta Bandung


Tidak ada komentar:

Posting Komentar